Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

19 Juni 2008

Strategi Meningkatkan Kualitas

Bagaimana meningkatkan kualitas hidup kita?
Kebanyakan orang sangat bersemangat meningkatkan suatu hal (misalnya kesehatan, ibadah, penghasilan, ilmu, dsb) dengan serta merta. Dalam jangka pendek hasilnya mulai terlihat, namun tak berlangsung lama. Beberapa saat kemudian menjadi loyo dan kembali kepada keadaan semula.
Dalam industri manufaktur telah diteliti bahwa cara terbaik meningkatkan kualitas adalah dengan membuat kondisi menjadi stabil terlebih dahulu. Misalnya ingin mengurangi cacat produk, maka hal pertama yang dilakukan adalah membuat agar jumlah cacat dari waktu ke waktu menjadi stabil terlebih dahulu. Misalnya, cacat produksi terkadang 2 persen, lalu di lain waktu 10 persen, kemudian 3 persen, dst. Ini adalah kondisi tidak stabil. Maka dicari terlebih dahulu kondisi kestabilan, misalnya stabil cacat 10 persen! Walau cacatnya cukup banyak, asalkan sudah stabil di angka tersebut berarti proses produksi sudah stabil. Bila proses produksi sudah stabil (berlangsung tetap, konsisten, bisa dikontrol), barulah dilakukan peningkatan kualitas misalnya cacat dikurangi hingga 8 persen.
Jadi strategi peningkatan kualitas dimulai dari melakukan stabilisasi, yang berarti adalah membuat proses menjadi terkontrol.

Bagaimana cara meningkatkan kualitas hidup kita. Gunakan strategi yang sama : stabilkan dulu, baru tingkatkan.
Misalnya kita ingin meningkatkan kualitas ibadah, shalat misalnya. Biasanya kita rajin di bulan Ramadhan, lalu mendadak loyo sesaat setelah Lebaran. Ini karena belum mencapai kondisi stabil. Bagaimana cara menstabilkan? Beribadahlah secara sederhana, secukupnya, namun konsisten! Itulah yang disebut stabil. Misalnya mula-mula shalat lima waktu dengan teratur, secukupnya. Yang penting teratur dulu. Setelah kondisi tersebut berjalan lama, barulah mulai ditambah, misalnya shalat dhuha, atau shalat sunnat setelah shalat wajib. Lakukan secara sederhana hingga menjadi terbiasa, barulah tambah shalat tahajud, misalnya, dan seterusnya.
Menurut penelitian, kabarnya sesuatu akan menjadi kebiasaan setelah dikerjakan minimal 6 MINGGU (1,5 bulan) lamanya. Jadi, prinsip menstabilkan kondisi adalah melakukan PENGULANGAN hingga paling tidak 6 minggu secara berturut-turut. Awalnya biasanya berat, karena setiap hal pada dasarnya lembam, susah berubah. Namun setelah kita mencapai kondisi stabil, biasanya lebih mudah bertahan, karena kita berada dalam kelembaman baru. Mereka yang sudah biasa shalat 5 waktu, pasti merasa gelisah bila luput shalat. Mereka yang sudah biasa tahajud, pasti merasa tak nyaman ketika luput tahajud.
Demikian pula dengan kesehatan, cara terbaik adalah melakukan olahraga yang disukai (mulai dari yang ringan dan gembira) selama 6 minggu berturut-turut. Setelah menjadi kebiasaan, semuanya akan berjalan ringan.
Bagaimana dengan keuangan? Sama saja. Kalau saat ini keuangan terasa sulit, mungkin karena ada pola belanja yang tidak teratur. Anggaran bulanan berubah-ubah secara mendadak karena keinginan sesaat (impuls buying). Ada tawaran anu, langsung beli. Ada iming-iming diskon, langsung borong, dsb. Maka langkah awal adalah menstabilkan. Misalnya membuat pola belanja yang teratur melalui alokasi anggaran (budgeting) Bagaimana kalau ternyata masih tekor juga? Bila ‘sudah teratur’ tekornya, berarti sudah mulai bisa dikontrol! Artinya secara jelas bisa dievaluasi berapa pengeluaran untuk ini dan itu. Dari evaluasi itu barulah ditingkatkan kualitas pengelolaan keuangan, misalnya dengan mengutamakan pengeluaran pada kebutuhan dasar. Pelan namun pasti selanjutnya kebiasaan jajan dikurangi, kemudian alokasi menabung ditingkatkan, dan seterusnya pengeluaran dikelola menjadi semakin baik.
Intinya : stabilkan dulu, baru tingkatkan. Hal ini berlaku pada semua bidang kehidupan.
From: http://sepia.blogsome.com